Kemenhub Perlu Keluarkan Diskresi Tangani Mangkraknya Pembangunan Terminal Transit Passo Ambon
![](http://berkas.dpr.go.id/pemberitaan/images_pemberitaan/images/2022/November%202022/IMG_0855.jpg)
Tim Kunjungan Kerja (Kunker) Reses Komisi V DPR RI saat foto bersama usai meninjau pembangunan terminal transit di Dessa Passo ke Desa Passo, Ambon, Maluku. Foto: Bunga/nr
Tim Kunjungan Kerja (Kunker) Reses Komisi V DPR RI melakukan peninjauan ke Desa Passo, Ambon, Maluku. Dalam peninjauan itu, ditemukan permasalahan yang belum menemukan titik terang. Salah satunya adalah mangkraknya pembangunan terminal transit di Dessa Passo tersebut.
Wakil Ketua Komisi V DPR RI Roberth Rouw pembangunan terminal itu sudah mulai dibangun pada 2007 hingga 2015. Karena itu, ia meminta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk mengeluarkan diskresi untuk membantu penanganan terminal transit Passo yang masuk kedalam kategori terminal tipe B itu.
“Terminal tipe-B yang mangkrak ini sudah terjadi bertahun-tahun, memang para tersangka yang bermain di balik proyek ini sudah ditangkap. Namun terminalnya tak kunjung dibenahi. Kemudian pemerintah provinsi juga tampaknya sudah kehabisan dana untuk melanjutkan. Maka itu kami minta bantuan pemerintah pusat yaitu Kementerian Perhubungan untuk mengeluarkan diskresi menteri dalam menangani terminal transit Passo, mengingat terminal tersebut cukup strategis sebagai arus pergerakan penumpang, juga sebagai simbol penggerak perekonomian,” ungkap Roberth kepada Parlementaria usai meninjau terminal, Senin (19/12/2022).
Politisi Partai NasDem ini juga menyayangkan adanya diskriminasi pembagian kewenangan pada Undang-undang no 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ). Dalam UU tersebut disebutkan pembagian kewenangan, bahwa Kemenhub melalui Direktur Jenderal Perhubungan Darat hanya berwenang terhadap terminal tipe A. Sedangkan terminal tipe B bukan menjadi kewenangan Kemenhub karena tidak melayani kendaraan penumpang umum untuk angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP).
Sementara, terminal transit Passo Ambon, berada di Provinsi Maluku yang merupakan sebuah provinsi kepulauan. Sehingga, UU tersebut dinilai tidak cocok bagi provinsi yang memiliki daratan terpisah, seperti Maluku.
“Memang ada satu kendala di UU LLAJ. Dalam UU tersebut dikatakan bahwa jika terminal tersebut bukan terminal tipe A tidak menjadi ranah Kementerian Perhubungan. Tetapi untuk menjadikan terminal tersebut menjadi terminal tipe A syaratnya yaitu harus ada angkutan antar provinsi. Sementara ini kan pulau, ya tidak mungkin ada angkutan penumpang antar provinsi. Maka UU itu pun kurang tepat, ada diskriminatif, ada ketidakadilan di situ”, tegasnya.
Lebih lanjut, Roberth berharap pembangunan terminal transit Passo bisa segera diselesaikan. Meski rencana semula pembangunan ini tidak hanya berfungsi sebagai terminal, melainkan juga akan digunakan sebagai pusat perbelanjaan atau grosir. Namun mengingat kendala-kendala yang ada, Komisi V minta agar terminal transit Passo bersifat fungsional sebagai terminal saja. Baru kemudian apabila eksistensi dan perkembangannya telah baik dapat kembali dipertimbangkan untuk dilakukan pengembangan.
“Kami minta diselesaikan pembangunan ini, sifatnya fungsional saja yang substansi berfungsi sebagai terminal, tidak perlu muluk-muluk untuk mal, grosir. Yang penting terminal saja dulu. Lalu nanti dilihat bagaimana perkembangannya, jika memang ramai, padat dan memang memungkinkan untuk dikembangkan menjadi grosir tidak menutup kemungkinan. Tetapi yang utama kita fokuskan bagaimana terminal itu bisa berjalan. Kami dengan pemerintah dan stakeholder terkait upayakan pembangunan terminal tersebut dilanjutkan dan difungsikan”, tutup Roberth. (blf/rdn)